Sunday, January 4, 2009

Studi kasus penyelamatan bisnis MQ Corporation


By Dana Anwari. Majalah bisnis Swa dalam rubrik Tren & Analisis Peristiwa membuat laporan Menyelamatkan Aset di Gegerkalong Girang 38. Seperti rumah kartu, begitulah nasib bisnis dalam naungan MQ Corporation selepas keputusan Abdullah Gymnastiar berpoligami.
MQ Corp. yang bermarkas di Gegerkalong dan telah berhasil menampung sejumlah tenaga kerja kini membutuhkan tanggungjawab kepemimpinan setelah, kabarnya, Abdullah Gymnastiar selaku komandan jenderal kini lebih tertarik berdakwah daripada mengurusi bisnis MQ Corp.

Artinya, MQ Corp membutuhkan kepemimpinan baru. Artinya, MQ Corp. menuntut pertanggungjawaban kepemimpinan. Siapakah yang harus memimpin dan siapakah yang layak memimpin?
Marilah berkaca kepada sabda Rasulullah saw, yang menyatakan bahwa setiap orang adalah pemimpin. Artinya, seseorang memiliki kewajiban untuk menjadi pemimpin, setidaknya memimpin dirinya sendiri. Setelah itu, bila seseorang dipercaya menjadi pemimpin oleh orang-orang yang lain, ia harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.
Bila pemimpin yang harus bertanggungjawab lepas tangan, maka pemimpin di bawahnya harus mampu bertanggungjawab terhadap peran kepemimpinan yang sudah diembannya. Begitu pun seterusnya. Bukankah kepemimpinan itu suatu amanah?

Kitab Shahih Bukhari meriwayatkan: Abdullah bin Umar r.a. mengabarkan, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Imam itu pemimpin dalam keluarganya, bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Laki-laki itu pemimpin, bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Wanita itu pemimpin dalam rumah tangganya, dan bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Khadam itu pemimpin bagi harta majikannya, bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya.”
Kata Abdullah, agaknya Nabi saw. juga bersabda, “Laki-laki itu pemimpin bagi harta benda ayahnya dan bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya. Kamu seluruhnya adalah pemimpin, bertanggung jawab atas kepemimpinannya.”


Problem yang dihadapi MQ Corp. merupakan satu studi kasus menarik. Adakah di antara Anda yang tertarik berbagi ilmu dan pengalaman untuk mencarikan jalan keluarnya?
Sebagai data untuk memahami problem MQ Corp, dikutipkan lengkap tulisan Teguh S. Pambudi dan Kristiana Anissa di Majalah Swa sembada edisi 18 Des 2008 – 7 Jan 2009,:
Menyelamatkan Aset di Gegerkalong Girang 38
Kamis, 18 Desember 2008
Oleh : Teguh S. Pambudi/Kristiana Anissa
Seperti rumah kartu. Begitulah nasib bisnis dalam naungan MQ Corporation selepas keputusan Abdullah Gymnastiar berpoligami. Satu demi satu kabar kurang sedap berembus dari Jl. Gegerkalong Girang 38, Bandung, markas besar kelompok usaha ini. Agustus lalu, misalnya, manajemen MQ TV merampingkan jumlah karyawan menyusul beberapa unit usaha yang lebih dulu menempuh langkah pahit ini.
Sukar untuk mengelak dari anggapan bahwa mendung di Gegerkalong tak ada hubungannya dengan keputusan Aa Gym sekalipun para eksekutif MQ Corp. menampik keterkaitan tersebut. Mereka selalu menunjuk kelemahan manajemen internal sebagai biang keladi kemunduran ini. Direktur Utama MQTV Dudung Abdul Gani, umpamanya, dalam satu kesempatan menjelaskan bahwa perusahaannya tak berkembang karena belum kuat secara finansial dan sulit mencari sponsor, selain manajemen yang belum baik.

Aa Gym saat dihubungi menolak diwawancarai mengenai bisnisnya dengan alasan lebih fokus ke dakwah. Begitu pula dengan Abdurrahman Yuri. Adik kandungnya yang juga pemimpin MQ Corp. ini pun bersikap sama.

Suka ataupun tidak, MQ Corp adalah aset bisnis yang punya nilai, setidaknya menyerap karyawan dan menciptakan multiplier effect bagi banyak orang. Lantas, adakah jalan untuk menyelamatkan aset ini demi kepentingan luas?

Pemikiran yang radikal menyarankan agar langkah Aa Gym dengan hanya berkonsentrasi ke dakwah, harus diikuti dengan mencabut seluruh keterkaitan dai kondang itu dengan bisnisnya. Mulai dari yang sifatnya fisik, seperti lokasi-lokasi bisnis yang berdekatan dengan Pesantren Daarut Tauhid, sampai yang sifatnya asosiatif, “berbau” Aa. Ini lantaran – sekalipun ditolak para eksekutifnya – bisnis MQ Corp. tak terlepas dari figur Aa Gym. Pria yang baru saja mendapat anak kandung dan menantu ini adalah sentral sekaligus magnet pergerakan bisnis MQ Corp. Dialah sang ikon yang menyedot masa. Siapa pun tahu Aa Gym dengan Daarut Tauhid dan MQ Corp. adalah rantai yang terkait erat, dan sejak awal, dai kondang itu sendiri telah mengikatkan antara personal branding dengan corporate branding buat bisnisnya.

Jurus yang lain adalah menjual MQ Corp. kepada investor. Harapannya, pemilik baru melakukan perombakan dan sekali lagi, melepaskan keterkaitan dengan sang magnet, memutus mata rantai personal branding dan corporate branding. Memutus…tus…tus.

Langkah-langkah radikal itu tampaknya tak mudah ditempuh. Bagi Fabian (bukan nama sebenarnya), brand MQ Corp. tak mudah dipindah secara fisik atau dijual karena asosiasi yang terbangun selama ini lebih berorientasi ke arah spiritual. Kalaupun dijual, jelas pengamat pemasaran yang tak ingin identitasnya disebut demi hubungan baik dengan MQ Corp. ini, harus benar-benar dirombak secara radikal.

Dia menilai, terlepas dari faktor poligamy effect, fondasi MQ Corp. memang belum kuat ketika mendiversifikasi bisnis. “Bisnisnya belum kokoh, manajemen belum terbentuk dengan baik dan blue print corporation-nya juga belum ada, tetapi sudah mau memasuki semua bidang. Ada ritel, penerbitan, broadcasting,” katanya.

Hermawan Kartajaya juga menilai MQ Corp. tergolong cepat berkembang dengan basis figuritas Aa Gym yang terlampau kuat. Saat sang ikon naik daun, bisnis-bisnis baru segera dirambah. Dan sewaktu citra sang ikon terempas, terjerembap pula bisnisnya. Apalagi, sadar ataupun tidak, MQ Corp. berbasis komunitas, terutama kalangan wanita yang sebelumnya sangat mengidolakan Aa Gym. Ini berbeda dari bisnis Martha Stewart, misalnya, yang tak langsung ambruk ketika Martha tersandung skandal saham. Lantaran fondasi bisnisnya kuat, bisnisnya jalan terus.

Peluang menyelamatkan bisnis MQ Corp., bagi Fabian, tetaplah ada. Namun, karena masalah yang dihadapi sekarang menyangkut kredibilitas pribadi, dibutuhkan waktu yang lebih panjang dan usaha yang lebih keras agar orang bisa menerima status poligami Aa Gym, terutama di kalangan wanita yang selama ini menjadi basis utama komunitasnya. Juga, membangun persepsi bahwa MQ Corp. adalah milik masyarakat luas yang mesti dipertahankan karena multiplier effect yang dimunculkannya. Bukan semata milik Aa Gym yang dulu mereka kagumi.

Alhasil, seperti kata Aa Gym sendiri, sekarang adalah masanya menguji mana bisnis yang mengandalkan figuritas, mana yang tidak. Dan tampaknya, faktanya memang demikian. Yang terkait dengannya, rontok atau melempem. Tak ada lagi bisnis foto-foto bersama sang ikon, umpamanya. Begitu juga yang menampilkan Aa Gym seperti televisi.

Selain bisnis tur dan travel, bisnis yang masih berjalan di antaranya ritel. A. Feri Susanto, Direktur MQ Produk Konsumer dan Ritel yang juga memimpin Radio MQ FM Lampung, menegaskan bahwa pada prinsipnya bisnis yang dijalankan profesional dan tidak mengenal figuritas tidak akan menghadapi masalah. MQ Produk Konsumer dan Ritel hingga saat ini masih berjalan baik dengan produk utama air minum dalam kemasan bermerek MQ Jernih. Kini, pihaknya telah memulai membangun Anjungan Tunai Mandiri (ATM)) yang disebut ATMQ. Produk ini dapat dimiliki komunitas MQ yang ingin berinvestasi dalam pembuatan ATM tersebut. Sejak Juli 2008 telah dibangun lima unit di Bandung dan Solo, serta menyusul lima unit lain di lima pesantren, termasuk milik Ustadz Yusuf Mansyur dan Al-Azhar, Jakarta. Selain dengan BPR Islahul Ummah yang juga merupakan salah satu anak perusahaan MQ Corp, ATMQ menggandeng 19 bank umum lain untuk transaksi. Feri menjelaskan, MQ Corp. yang dulu merupakan operational holding bagi anak-anak usahanya kini telah berubah menjadi investment holding.

Bagi Fabian, selain perampingan, langkah penting yang mesti dilakukan adalah memilah mana yang prospektif, yang tak terkait dengan figuritas, dan membuat unit-unit tersebut menjadi lebih profesional. “Yang penting, bangun bisnis yang masih punya prospek, yang masih bisa dikendalikan, di-maintain, disehatkan kemudian dibesarkan. Jadi, jangan terlalu banyak memelihara anak dalam bisnisnya tersebut, 2-3 divisi saja cukup,” katanya tegas. Sementara itu, yang tidak prospektif ditutup atau divakumkan dulu hingga publik bisa “berdamai” dengan seorang dai sekaligus pebisnis dari Gegerkalong yang dulu mereka kagumi.

Inilah jalan agar aset-aset di Gegerkalong Girang 38 tak lagi seperti rumah kartu.
URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/tren/details.php?cid=1&id=8482
***





No comments:

Post a Comment